k o do k i jo

gue nggak pernah mimpi jadi pianis gereja. mimpi bisa maen musik aja nggak pernah.
di usia gue yang waktu itu mencapai 19 tahun, gue harusnya udah berhenti mimpi bisa maen alat musik.
tapi, nyatanya, gue nggak diciptain untuk gampang menyerah.
god let me to met Richard Situmorang on 2007.. anak kecil, batak, tampan yang langsung bikin gue jatuh cinta ama permainan gitarnya. dan, suara gitar itu pula yang akhirnya bikin gue nggak pernah berhenti untuk bermimpi bahwa, suatu hari nanti, gue harus bisa maen alat musik.

gitar, terutama.

dengan keyakinan bahwa Tuhan Tampan nggak mungkin nggak adil (kalo Ichad bisa, gue juga pasti bisa), akhirnya gue beli gitar. 1 juta rupiah, dari gaji pertama gue magang. gue beli buku panduan, beli tunner (karena kuping gue nggak sesensitif hidung gue, dan karena gue capek mesti bolak-balik ke gereja tiap kali mau nyetem gitar). dan YANG LEBIH LABIL LAGI adalah.... gue memutuskan untuk les keyboard!




setelah akhirnya setahun les, gue pun berhenti. nggak kuat menanggung nasib bahwa saya harus terus-terusan les keyboard, tapi nggak pernah ada kemajuan.
ternyata Tuhan Tampan bisa aja nggak adil, why Ichad was so blessed with a lot of gifts? and why i'm not? 

maen keyboard nggak cukup pake doa aja.
nggak cukup cuma les.
dan nggak cukup kalo cuma pake keyboard murahan yang, bahkan transpose button nya pun nggak ada.


and that's me
 
gue adalah si orang telat, bukti hidup bahwa MUSIK bukan untuk mereka yang nggak punya bakat.
you might can play music, but not as well as any talented persons does.
you just play, without soul, without something to tell. but there's only chords to play.


and finally, your music is just about "hearing something" but not "telling something"
you play, you hear, but you just don't get it.